Mekar Redaksi Club | SMK N 2 Pekalongan
Media Kreativitas Pelajar

Tips menulis cerpen

Rabu, Juli 27, 2011

Menulis cerpen (cerita pendek) dapat menjadi permulaan karir yang baik sebagai penulis fiksi. Menulis cerita yang sangat panjang, seperti novel pastilah lebih membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup banyak. Belum lagi mencari penerbit yang mau menerbitkannya. Cerita pendek dapat menjadi terobosan dalam karir menulis. Lebih banyak alternatif bagi penulis cerita pendek untuk dikenal, daripada novel. Majalah dan koran banyak yang menerima cerita pendek. Blog bisa juga menjadi alternatif dimuatnya cerita pendek di internet. Seringnya nama penulis muncul dalam cerita pendek yang dimuat di berbagai majalah dan koran, bisa menjadi pertimbangan positif bagi penerbit, bila penulis tersebut menyodorkan naskah cerita yang lebih panjang seperti novel ke penerbit.


Tulisan ini ditujukan pada penulis pemula yang ingin menulis cerita pendek dengan baik. Sesuai namanya, menulis cerita pendek memiliki keunikan tersendiri.


Tema
Sebaiknya Anda memiliki tema yang jelas saat menulis cerpen, tentang cerita seperti apa yang ingin Anda tulis. Pesan apa yang ingin Anda sampaikan kepada pembaca. Dengan adanya tema, yang menjadi tulang punggung cerita, maka cerpen Anda akan meninggalkan kesan tersendiri pada pembaca. Penetapan tema dari awal juga berguna agar saat menulis, Anda tidak terlalu jauh melenceng dari cerita sudah ditetapkan.


Alur cerita
Fokuslah pada satu alur cerita sesuai dengan tema yang sudah ditetapkan sebelumnya. Karakter tambahan, sejarah, latar belakang, dan detail lainnya sebaiknya memperkuat alur cerita ini. Percabangan alur cerita mutlak harus dihindari.


Karakter
Jangan menggunakan jumlah karakter yang terlalu banyak. Semakin banyak karakter bisa membuat cerita Anda menjadi terlalu panjang dan tidak fokus pada tema. Gunakan karakter secukupnya yang sesuai dengan alur cerita.


Sepenggal kisah hidup
Namanya saja cerita pendek, sehingga cerpen hanya menceritakan tentang sekelumit kisah dalam hidup karakter yang Anda buat. Jika karakter Anda memiliki kisah hidup yang sangat panjang, tulis hanya sebagai background yang menjadi penguat tema cerita tersebut. Tekankan hanya pada satu bagian dari hidupnya untuk ditulis.


Penggunaan kata
Bagaimanapun cerpen memiliki keterbatasan dalam jumlah kata yang bisa dipakai, apalagi cerita super pendek seperti flash fiction. Seringkali majalah atau koran tertentu benar-benar membatasi jumlah kata yang bisa dipakai. Jadi, Anda sebaiknya menggunakan pilihan kata yang efisien dan menghindari menggunakan kalimat deskriptif yang berpanjang-panjang.


Impresi
Secara tradisional, cerpen dimulai dengan pengenalan karakter, konflik, dan resolusi. Alternatif lain, adalah Anda dapat membuat impresi pada pembaca justru pada awal cerita, dengan langsung menghadirkan konflik. Karakter Anda sudah berada di dalam kekacauan besar. Hal ini akan membuat pembaca semakin penasaran, ada apa yang terjadi sebenarnya, bagaimana karakter tersebut akan mengatasi persoalannya. Pengenalan karakter, setting, dll dapat dilakukan secara perlahan-lahan di bagian cerita berikutnya.


Kejutan
Beri kejutan pada pembaca di akhir cerita. Hindari membuat akhir cerita yang mudah ditebak.


Konklusi
Jangan biarkan pembaca meraba-raba dalam gelap pada akhir cerita Anda. Pastikan konklusi di akhir cerita Anda memuaskan, tetapi juga tidak mudah ditebak. Pembaca perlu dibuat berkesan pada akhir cerita, tentang apa yang terjadi pada karakter tersebut. Akhir cerita yang mengesankan akan selalu diingat oleh pembaca, bahkan setelah lama mereka selesai membaca cerita tersebut.


http://gengcerita.activeboard.com/t9622805/tips-menulis-cerpencerita-pendek/

Read On 1 komentar

Bersinarlah Bintang Purnama Part 2

Sabtu, Mei 07, 2011
Hanya selang waktu setelah kepergian Bintang, kakak perempuannya telah Nampak dari depan pintu sambil mengeluarkan sepeda yang dikeranjangnnya terdapat bungkusan plastic hitam.

“Tadi Bintang ngomong apa ya”, gumamnya bingung sambil mengingat kata kata yang terdengar samar dari dapur.
Tanpa sepatah katapun dia pergi menunggangi sepedanya menuju tempat yang dituju.
Pas kakak perempuan bintang menghilang bintang kelihatan menuju kerumahnya. Saat di depan rumahnya bintang melirik kearah tanamannya yang masih keliatan kusam
“Lho kok masih kusam apa jangan jangan belum dimandiin sama kakak”, gumamnya demikian
Bintang masuk kerumahnya dan mengambil seember air mentah dengan ciduk plastic yang kekecilan. Dia berjalan pontang panting menuju kea rah tanaman itu. Satu persatu tanaman itu dimandikan tanpa menggunakan sabun. Hampir selesai memandikan tiba tiba
“Baguus, gitu dong bintang jangan abis kerja tidur lagi. Eh ini kan hari pertamamu masuk sekolah, emang masuknya jam berapa kalau nggk salah kamu bilang jam 6 harus datang kesekolahan guna mendalami ilmu perploncoan”, seru kakak perempuan bintang.
“Alaaaaaaaa…..emaaak, napa kakak baru bilang jam segini”, jawab bintang kaget sewaktu ingat kalau hari ini hari pertama masuk sekolah.
Bintang berlari menuju bak mandi sambil membawa ember yang menyisakan sedikit air itu. Tak peduli dengan jalanan yang mulai tergelincir air dia terus berlari menuju bak mandi. Tatapan mukanya melihat ke arah jam dinding
“Busyet jam 6.15”, kaget sewaktu melihat jam menghantam di titik 15.
Dia berlari dan berlari sampai akhirnya masuk ke kamar mandi. Dikunci pintu dan melucuti seluruh pakaian dia dengan tergesa gesa. Saat hendak menanggalkan celananya kakinya tersangkut yang menyebabkan dia jatuh
Brakkk, “Aww, sakit bener”.
Dengan menahan rasa sakit dan celananya yang udah tergores air dia tetap melucuti pakaiannya lalu mandi. Byar byur byar byur, suara dentingan air meratakan tubuh yang terselimut keringat. Dengan cepat kilat bintang mengakhiri dentingannya dan langsung memakai pakaian tadi yang tergores air.
Menuju kekamarnya dalam keadaan basah kuyup. Air air yang tersisa dibadannya membasahi baju yang kering. Ditutup pintu kamar serapat mungkin dan ganti pakaian seragam sekolah. Dengan pincang ia berdandan lalu pergi keluar hanya mengambil secomot roti. Tas dan perlengkapan lain yang sudah digendong saatnya dia berangkat ke sekolah.
(Bersambung.)

by : Achmed Junior
Read On 0 komentar

Bersinarlah Bintang Purnama Part 1

Sabtu, Mei 07, 2011
Pagi pagi sekali tak Nampak seekor ayam apalagi berani mengeluarkan suaranya didaerah itu. Maklum daerah itu sudah masuk dalam perkotaan. Angin berhembus ringan namun rasa dingin masih saja menyelimuti sedikit orang orang yang keluar dikampung itu.
Terdengar suara bukan kokokan ayam namun melengking tajam. “BINTANG!!!!, BANGUN BINTANG!!! Sudah subuh”. Suara itu datang dari rumah yang ukurannya tidak terlalu lebar dan juga lebih tidak mewah.
“Um….ngghhhhh, ok, aku bangun”, kata seorang pemuda yang mulai beranjak dari kamar tidurnya. Terlihat kamar yang isinya bercampur aduk ditinggalkan jua. Pemuda itu berjalan menuju ke bak mandi. Dengan mata sipit dan langkah yang semboyongan tanpa bersusah payah dia masuk ke kamar mandi itu.
Uweruweruweruwer, kolohkolohkolohkoloh,huaarrghcii, keluarlah semua isi setelah dia berkumur kumur. Setelah mengira bersih dia mulai berwudhlu. Hanya selang beberapa menit dia keluar dari kamar mandi dan menuju ke kamar tidur. Sholatlah ia dengan khusyuk.
Kira kira jam 6 pagi terdengar suara jeritan lagi. “BINTANG NI JAJAN SUDAH MATANG TOLONG DIANTAR SUDAH JAM 6”. Dengan wajah pucat kagetlah pemuda itu kalau dia tertidur setelah sholat. “Iya jalan”, teriaknya sambil berjalan menuju kesana.
Sampailah ia ketempat itu terlihat beberapa kompor yang menyala , wajan diatasnya yang berisi penuh dengan jajan yang sedang dimasak. Terlihat seorang wanita yang sudah terlihat tua duduk diantara kompor kompor itu bak nahkoda sedangkan seseorang yang menjerit tadi itu adalah seorang wanita yang lebih muda dari wanita nahkoda itu. Wanita yang muda itu duduk didepan jajan yang sudah matang.
“Ni buat mbah Marni dan yang ini buat mpok Siti sedangkan yang ini buat Bu Endang”, kata seorang wanita yang muda terhadap bintang.
“Ini, ini, ini, Ok. Ada lagi kak?”, Tanya bintang terhadap wanita muda itu.
“Udah itu dulu lainnya menyusul”, kata kakak bintang.
Seorang wanita yang tua itu menyeru “hati hati kalau nyebrang rel kereta lihat kiri kanan”.
“Ya bu”, jawab bintang kepada wanita yang sudah tua itu.
Bintang berjalan menghindari dapur itu. Kini dia mengarahkan kakinya ke pintu utama rumah singgasana peninggalan nenek moyang. Pintu itu dibuka dan “hmmmmmmm…….segaarr udara dipagi hari”, gumamnya dalam hati.
Terlihat di depan rumah sekelompok tanaman yang hendak berbunga namun kusam. Tanah tanah pijakan tanaman itu Nampak kehausan seperti terbakar bulan dimalam hari.
“Pasti kakak lupa menyiram sore hari jadi tanaman ini lesu dan tanahnya kebakaran sinar bulan”, gumamnya dalam hati.
“Kakak!!, tanamannya kering disiram ya”, teriaknya sambil menjauhi rumahnya.(Bersambung)

by : Achmed Junior
Read On 0 komentar

Adab Bersin dan Menguap menurut Islam

Kamis, Mei 05, 2011
Islam adalah agama yang lengkap lagi terperinci. Ini sememangnya satu kebenaran. Jika kita mengkaji Islam secara keseluruhan, akan kita temui bahawa Islam mencakupi pelbagai aspek kehidupan. Ia bukan agama ibadah sekadar sembahyang dan zikir, tetapi agama yang turut meliputi ekonomi, sosial, politik, peperangan dan sebagainya.


Menyentuh tentang kehidupan, dua aspek yang turut dicakupi oleh Islam ialah adab ketika menguap dan bersin.Dua perkara yang lazim berlaku kepada kita, tanpa disedari telah digariskan oleh Islam adab-adabnya.


Menguap dan bersin secara tidak langsung memiliki kaitan antara satu sama lain, iaitu berdasarkan hadis Rasulullah s.a.w. “Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Maka apabila (seseorang) bersin, hendaklah dia memuji Allah (dengan mengucapkan alhamdulillah) dan merupakan kewajipan bagi setiap muslim (yang mendengar saudaranya bersin) untuk mendoakannya. Adapun menguap, maka ia tidak lain berasal dari syaitan. Tahanlah ia semampu mungkin dan apabila (seseorang menguap) berbunyi “Haaa” maka ketawalah syaitan.”
[Shahih al-Bukhari, hadis no: 6223]




Adab Menguap

Berdasarkan hadis di atas, dapat kita ketahui bahawa menguap adalah sesuatu yang berasal dari syaitan. Jika hendak dibandingkan dengan bersin, menguap adalah sesuatu yang tidak disukai oleh Allah s.w.t.. Sebabnya, menguap adalah isyarat pemikiran yang lalai, tumpul lagi dibuai perasaan mengantuk. Padahal seorang muslim hendaklah sentiasa cergas, tajam lagi peka. Dia hanya mengantuk apabila tiba waktu kebiasaannya untuk tidur. Oleh kerana itulah, Imam Ibn Hajar al-‘Asqalani (852H) dalam kitabnya Fath al-Bari (jld. 10, ms. 628) mengemukakan sebuah riwayat dari para sahabat yang menerangkan bahawa mereka tidak pernah melihat Rasulullah s.a.w. menguap sama sekali.


Akan tetapi jika kita benar-benar terpaksa menguap, maka adab yang pertama ialah jangan mengeluarkan sebarang bunyi. Janganlah mengeluarkan bunyi “Haaa”, “Uhhh” atau sebagainya. Bunyi-bunyi seperti ini disukai oleh syaitan sehingga mereka ketawa kepada orang yang mengeluarkannya ketika menguap.


Ketika menyusun kitab Shahihnya, Imam al-Bukhari (256H) meletakkan satu bab khas yang berjudul “Sifat iblis dan tenteranya”. Di bawah bab tersebut, beliau mengemukakan hadis yang menerangkan sifat iblis dan syaitan yang ketawa apabila mendengar orang yang menguap mengeluarkan bunyi “Haaa”. Hadis yang saya maksudkan ialah:


“Menguap adalah dari syaitan. Maka apabila seseorang kalian menguap, tahanlah sedaya mungkin kerana sesungguhnya apabila seseorang kalian menguap sambil berbunyi “Haaa” maka ketawalah syaitan”
[Shahih al-Bukhari, hadis no: 3289]


Adab kedua jika terpaksa menguap ialah menutup mulut dengan tangan. Jangan membiarkan mulut ternganga sehingga jelas ternampak “intan dan berlian” yang melekat di celah-celah gigi. Rasulullah s.a.w. mengajar kita: “Jika seseorang kalian menguap, maka tutuplah mulut dengan tangannya kerana sesungguhnya syaitan masuk (ke dalam mulut yang terbuka).”
[Shahih Muslim, hadis no: 2995]




Adab Bersin

Bersin adalah sesuatu yang disukai oleh Allah s.w.t. sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadis yang pertama di atas. Di antara sebab ia disukai adalah, bersin membersihkan rongga hidung dan tekak dari habuk, debunga, bakteria dan apa-apa lain yang mungkin memenuhi rongga tersebut. Bersin juga adalah satu cara untuk sistem badan menyesuaikan diri dengan perbezaan cuaca yang berlaku secara mendadak. Oleh kerana itulah seseorang itu lazim bersin jika dia bergerak dari tempat yang sejuk kepada panas atau panas kepada sejuk. Bahkan seseorang itu juga akan bersin semata-mata dengan melihat kepada keterikan sinaran matahari.

Mengingatkan banyak kebaikan bersin, ditambahi dengan faktor bahawa ia adalah sesuatu yang disukai oleh Allah, seeorang itu dituntut untuk memuji Allah ketika bersin. Bacaan pujian tersebut ialah “Alhamdulillah ‘ala kulli hal” yang bermaksud
“Segala puji bagi Allah dalam segala sesuatu”


Pernah seorang lelaki bersin ketika berada di tepi Abdullah bin ‘Umar al-Khattab. Lalu lelaki tersebut berdoa: “Alhamdulillah, wassalamu ‘ala Rasulullah (Segala puji bagi Allah dan salam ke atas Rasulullah).” Berkata Abdullah bin ‘Umar: “Alhamdulillah, wassalamu ‘ala Rasulullah? Bukan begitu yang diajarkan kepada kami oleh Rasulullah s.a.w., (sebaliknya) baginda mengajar kami berdoa: Alhamdulillah ‘ala kulli hal (Segala puji bagi Allah dalam segala sesuatu).”
[Shahih Sunan al-Tirmizi, hadis no: 2738].


Seterusnya, apabila kita mendengar saudara kita yang bersin memuji Allah, hendaklah kita mendoakannya dengan berkata: “YarhamukalLah” yang bermaksud: “Semoga Allah merahmati kamu”. Kemudian bagi yang bersin, dia mendoakan kembali orang yang mendoakannya tadi dengan berkata: “YaghfirulLahu lana wa Lakum” yang bermaksud: “Semoga Allah mengampuni bagi kami dan bagi kalian”.
[Shahih al-Jami’ al-Shagheir, hadis no: 686]


Hikmah di sebalik semua ini ialah terjalinnya ikatan ukhuwah dan kasih sayang sesama umat Islam. Apabila kita mendoakan saudara kita yang bersin, dia akan merasa senang dengan kita. Seterusnya apabila dia mendoakan kita pula, kita pula akan merasa senang kepadanya. Hingga akhirnya terjalinlah ikatan ukhuwah dan kasih sayang semata-mata kerana bersin.


Seandainya orang yang bersin tidak memuji Allah, kita tidak dituntut mendoakannya. Pernah dua orang bersin berdekatan Rasulullah s.a.w., lalu baginda mendoakan seorang dan membiarkan seorang yang lain. Orang yang dibiarkan itu bertanya, mengapa baginda tidak mendoakannya? Baginda menjawab: “Orang itu memuji Allah (setelah bersin) manakala kamu tidak memuji Allah (setelah bersin).”
[Shahih al-Bukhari, hadis no: 6225]


Adab terakhir ketika bersin ialah menutup mulut dan hidung dengan tangan atau kain. Pada waktu yang sama hendaklah merendahkan muka dan suara. Jangan bersin sehingga menghamburkan air liur, bersin ke arah muka orang lain atau bersin dengan suara yang kuat. Abu Hurairah menerangkan adab Rasulullah s.a.w. ketika bersin: “Apabila Rasulullah s.a.w. bersin, baginda meletakkan tangannya atau bajunya ke atas mukanya (mulut dan hidung) sambil merendahkan (atau sambil menundukkan muka dan) suaranya.” [Shahih Sunan Abu Daud, hadis no: 5029]
Read On 0 komentar

Chairil Anwar, Legenda Sastra yang Disalahpahami

Rabu, Oktober 13, 2010
Chairil Anwar adalah legenda sastra yang hidup di batin masyarakat Indonesia. Ia menjadi ilham bagi perjuangan kemerdekaan bangsanya.Namun siapa sangka, penyair yang memelopori pembebasan bahasa Indonesia dari tatanan lama ini adalah juga seorang pengembara batin yang menghabiskan usianya hanya untuk puisi?

Berikut ini tulisan tentang Chairi Anwar, yang sebagian besar bahannya dicuplik dari buku Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan, karya Arief Budiman, ditambah beberapa referensi lain serta sejumlah wawancara.

"Di Jalan Juanda (Jakarta) dulu ada dua toko buku, yang sekarang jadi kantor Astra. Namanya toko buku Kolf dan van Dorp. Koleksinya luar biasa banyak. Saya dan Chairil suka mencuri buku di situ," begitu Asrul Sani pernah bercerita.

"Suatu kali kami melihat buku Friedrich Nietzsche, Also Sprach Zarathustra. `Wah, itu buku mutlak harus dibaca,' kata Chairil pada saya. `Kau perhatikan orang itu, aku mau mengantongi Nietzsche ini.' Chairil memakai celana komprang dengan dua saku lebar, cukup besar untuk menelan buku itu."

Buku-buku filsafat, termasuk buku Nietzsche tadi, diletakkan di antara buku-buku agama. Kebetulan buku Nietzsche ukuran dan warna sampulnya yang hitam persis betul dengan kitab Injil. "Sementara Chairil mengantongi buku, saya memperhatikan pelayan toko," kata Asrul. "Hati saya deg-degan setengah mati. Setelah buku berpindah tempat, kami lantas keluar dari toko dengan tenang. Tapi sampai di luar tiba-tiba Chairil terkejut, `Kok ini? Wah, salah ambil aku!' sambil tangannya terus membolak-balik buku. Rupanya Chairil salah mengambil Injil. Kami kecewa sekali."

Chairil Anwar memang seorang "penggila" buku, yang dengan rakus melahap karya-karya W.H. Auden, Steinbeck, Ernest Hemingway, Andre Gide, Marie Rilke, Nitsche, H. Marsman, Edgar du Peroon, J. Slauerhoff, dan banyak lagi. Tapi dia adalah penggila buku yang urakan, selalu kekurangan uang, tidak punya pekerjaan tetap, suka keluyuran, jorok, penyakitan, dan tingkah lakunya menjengkelkan. Alhasil, lengkaplah "ciri-ciri" seniman pada dirinya.

Namun, dia juga contoh yang baik tentang totalitas berkesenian dalam dunia sastra Indonesia. Jika Sanusi Pane, Amir Hamzah, Rustam Effendi, dan M. Yamin hanya menjadikan kegiatan menulis puisi sebagai kegiatan sampingan, di samping tugas keseharian mereka sebagai redaktur sebuah surat kabar, politikus, atau lainnya, ia semata-mata hidup untuk puisi dan dari puisi.
Tak Terurus. Nama Chairil mulai dikenal di kalangan seniman pada tahun 1943. H.B. Jassin punya cerita. "Suatu hari di tahun 1943," tuturnya, "Chairil datang ke redaksi Pandji Pustaka; seorang muda kurus pucat tidak terurus kelihatannya.

Matanya merah, agak liar, tetapi selalu seperti berpikir. Gerak-geriknya lambat seperti orang tak peduli. Ia datang membawa sajak-sajaknya untuk dimuat di majalah Pandji Pustaka. Tapi didapatnya keterangan bahwa sajak-sajaknya tidak mungkin dimuat. Kata pemimpin majalah itu, `Susunan Dunia Baru' (sajak Chairil) tidak ada harganya. Sajak-sajak individualis lebih baik dimasukkan saja dalam simpanan prive (privacy) sang pengarang. Kiasan-kiasannya terlalu mem-Barat."

Sejak itu sang penyair sering terlihat di kantor Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso), yang didirikan Jepang tahun 1943 di Jakarta, dan diketuai sastrawan Armijn Pane. Di kalangan seniman waktu itu, ia mulai sering disebut-sebut sebagai penyair muda yang memperkenalkan gagasan-gagasan baru di sekitar puisi. Gaya bersajak dan elan vital dalam puisi-puisinya yang bercorak individualistis dan mem-Barat membedakannya dengan kecenderungan puisi-puisi yang dilahirkan generasi sebelumnya (baca: Poedjangga Baroe). Bukan secara kebetulan agaknya jika sajak-sajak Chairil memiliki nuansa individualistis yang kental. Pergumulan total Chairil dengan kesenian agaknya telah menuntun sang penyair terjerembab dalam sebuah ritus pencarian filosofis.

Semacam tertuntun pada sebuah kredo bahwa di dalam kesenian, berfilsafat menjadi keniscayaan yang menusuk. Terutama karena berkesenian mengharuskan sang seniman berhadapan dengan problem-problem tentang ketuhanan, kebebasan, dan apa saja. Salah Kaprah. Buat kita sekarang, sosok Chairil sudah lekat dengan citra kepenyairan Indonesia. Sejumlah larik puisi dari penyair kita ini telah menjadi semacam pepatah atau kata-kata mutiara yang hidup di kalangan masyarakat: "Aku ini binatang jalang", "Hidup hanya menunda kekalahan", "Aku mau hidup seribu tahun lagi", dan masih banyak lagi. Atau bertanyalah pada siswa SLTP dan SLTA siapa penyair kondang Indonesia, niscaya mereka akan menyebut namanya, lengkap dengan beberapa judul syairnya.

Tapi mungkin tidak banyak yang tahu, ada yang salah dalam persepsi kita mengenai tokoh yang satu ini. Ada yang salah kaprah. Sebagai ilustrasi, sajak "Aku" lebih sering dipahami banyak orang sebagai sajak pemberontakan terhadap penjajahan. Padahal tidak. Kata Asrul Sani, sajak itu sebenarnya tidak lebih dari "teriakan putus asa dan rasa getir", termasuk penolakan terhadap sesuatu yang sangat berarti dalam hidupnya, yaitu ayahnya.

Sajak "Diponegoro" juga sering dikira sajak perjuangan. Padahal, seperti pernah diulas Arief Budiman, sajak itu adalah cerminan dari ekspresi kekaguman Chairil pada semangat hidup Pangeran Diponegoro, di saat jiwanya amat diresahkan dengan kematian dan absurditas. Ia menulis puisi pertamanya, "Nisan", pada Oktober 1942, ketika ia berusia 20 tahun, ketika teknik persajakan belum dikuasainya benar. Para pengamat sastra menganggap sajak ini sebagai sajak tertuanya. Padahal, menurut H.B. Jassin, sebelum "Nisan" Chairil sudah lebih dulu membuat sajak-sajak corak Pujangga Baru, tapi karena tidak memuaskannya lalu dia buang.

Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridhaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu di atas debu
Dan duka maha tuan tak bertahta.

Sajak "Nisan" ini, yang didedikasikan untuk neneknya yang baru meninggal, merupakan renungan Chairil tentang kematian, yang di matanya teramat misterius, namun tak terhindarkan oleh siapa pun. Renungannya ini lalu menghantarkan ia pada pertanyan eksistensial: "Bila manusia mati, lantas apa gunanya segala usaha yang dilakukan dalam hidup ini?" Pertanyaan filosofis itu terus mengejarnya, sementara kehidupan sendiri tidak pernah memberinya jawaban yang memuaskan. Maka bukan hal yang aneh, di saat batin kemanusiaannya begitu merindukan semangat menghadapi hidup yang absurd dengan gagah berani, tiba-tiba Chairil mendapati sosok legendaris Pangeran Diponegoro sebagai perwujudan yang konkret dari kegairahannya mempertahankan hidup.
Inilah agaknya yang lalu mengilhaminya menulis sajak "Diponegoro", pada Februari 1943. Meski sama-sama berbicara tentang kematian, sajak-sajak yang ditulis Chairil menjelang akhir hayatnya lebih sublim dan intens. Di samping teknik persajakan telah dikuasainya benar sehingga sajak-sajaknya terasa jernih, penghayatannya terhadap kehidupan (dan kematian) yang menjadi subjek puisi-puisinya juga telah mencapai klimaks kematangan sebagai seorang penyair.

Sajak pertama yang ditulis Chairil pada 1949 (tahun kematiannya) adalah "Chairil Muda, Mirat Muda", dengan tambahan judul kecil"Di Pegunungan 1943". Sajak ini merupakan kenangan Chairil terhadap saat-saat yang paling membahagiakan dalam hidupnya--sebuah perasaan yang wajar timbul pada orang-orang yang menyongsong kematian. Di akhir sajak tersebut ia sempat menulis kata mati. Namun berbeda dengan sajak-sajaknya yang ditulis pada 1942, di mana kematian dipersoalkan dengan keterlibatan dan perhatian yang penuh, di sajak ini kematian diucapkannya dengan cara yang ringan saja. Agaknya kematian bukan lagi sesuatu yang menjadi objek obsesinya, melainkan sebagai kenyataan yang sederhana, sama sederhananya dengan udara di muka bumi.Dalam sajaknya "Yang Terampas dan yang Putus", juga ditulis pada 1949, Chairil malah secara jelas menulis kesiapannya untuk menghadapi kematian. Ia tiba-tiba menyadari bahwa impuls-impuls kehidupan tidak pernah sepenuhnya diam.

Demikian pula dalam sajak "Derai-Derai Cemara", yang ia tulis sesudahnya. Dalam sajak yang ia tulis setelah percakapan yang panjang dengan dua sahabatnya, Rivai Apin dan Asrul Sani, Chairil kembali menegaskan bahwa kehidupan adalah sebingkai misteri yang tidak bisa kita temui artinya, tapi pada saat yang sama kita memiliki impuls untuk mempertahankannya. Kita hidup, menurut Chairil, untuk sesuatu yang tidak kita ketahui maknanya. Dan barangkali satu-satunya alasan untuk terus hidup adalah karena kita sedang mencari maknanya. Namun misteri tetaplah sebuah misteri, ia tidak pernah akan bisa terpecahkan. Karenanya mencari makna kehidupan adalah sesuatu yang sia-sia, meski harus terus dilakukan. Maka bagi Chairil, "hidup hanya menunda kekalahan/ada yang tetap tidak diucapkan/sebelum pada akhirnya kita menyerah".
Penyair Terbesar. Chairil memiliki simpati yang sangat besar terhadap upaya meraih kemerdekaan manusia, termasuk perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan. Pada 1948, sebagai bukti perhatiannya pada situasi sosial-politik waktu itu, ia menulis sajak "Krawang-Bekasi", yang disadurnya dari sajak "The Young Dead Soldiers", karya Archibald MacLeish.

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Syahrir.

Pada tahun yang sama, ia menulis sajak "Persetujuan dengan Bung Karno", yang merefleksikan dukungannya pada Bung Karno untuk terus mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945. Belakangan, sajak Chairil yang berjudul "Aku" dan "Diponegoro" juga banyak dipahami orang sebagai sajak perjuangan. Padahal, sajak-sajak ini adalah jenis sajak individu, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan perjuangan kemerdekaan karena ditulis pada 1943. Namun dalam sajak "Aku" misalnya, di mana Chairil mengintroduksi dirinya sebagai "Aku binatang jalang", ia bisa menjelmakan kata hati rakyat Indonesia yang ingin bebas. Dalam analisis Agus R. Sardjono, penyair terkemuka Bandung, sajak-sajak seperti "Krawang-Bekasi", "Persetujuan dengan Bung Karno", "Aku", dan "Diponegoro" inilah yang justru di kemudian hari membuat Chairil Anwar menjadi legenda dalam dunia kepenyairan Indonesia. Hal itu dimungkinkan karena sajak-sajak ini bersifat sastra mimbar, untuk menyebut jenis sajak-sajak yang bersifat sosiologis (yang berpretensi untuk menjawab atau menanggapi fakta-fakta sosial), dan biasanya dibaca dengan suara keras atau menyeru-nyeru, serta dengan tangan terkepal.
Masih menurut Agus, nama Chairil mungkin tidak akan begitu populer seperti sekarang bila dia hanya menciptakan sajak yang berjenis sastra kamar, sajak-sajak yang kontemplatif dan personal. Betapapun tingginya mutu sajak "Derai-Derai Cemara", "Senja di Pelabuhan Kecil", atau "Yang terampas dan yang Putus" secara kesusastraan, namun sajak-sajak demikian sama sekali tidak memiliki peluang untuk diapresiasi secara massal. Namun, dengan segala ketidaksempurnaannya, keberhasilan terbesar Chairil bagi dunia persajakan Indonesia khususnya, dan bahasa Indonesia pada umumnya, adalah kepeloporannya untuk membebaskan bahasa Indonesia dari aturan-aturan lama (ejaan van Ophusyen) yang waktu itu cukup mengekang, menjadi bahasa yang membuka kemungkinan-kemungkinan sebagai alat pernyataan yang sempurna.

Kebebasan bahasa itu teramat penting. Terbukti Malasyia, negara yang menggunakan bahasa Melayu, yang serumpun dengan bahasa Indonesia (tapi tidak pernah memiliki penyair sekaliber Chairil) dalam hal bahasa jauh tertinggal dari bangsa kita. Kebebasan bahasa itu adalah prestasi besar bangsa Indonesia. Dengan itu kita dapat mengutarakan apa saja langsung dari lubuk hati kita. Dan, seperti diamini banyak sastrawan kita, berkah itu adalah warisan Chairil Anwar, penyair terbesar yang pernah kita miliki.
Read On 0 komentar

PUISI-PUISI CHAIRIL ANWAR Alm.

Rabu, Oktober 13, 2010
PRAJURIT JAGA MALAM

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

(1948)
Siasat,
Th III, No. 96
1949


MALAM

Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
--Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang

Zaman Baru,
No. 11-12
20-30 Agustus 1957



KRAWANG-BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

(1948)
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957


DIPONEGORO

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai



Maju
Serbu
Serang
Terjang

(Februari 1943)
Budaya,
Th III, No. 8
Agustus 1954



PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

(1948)

Liberty,
Jilid 7, No 297,
1954


AKU

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943



PENERIMAAN

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

Maret 1943

HAMPA

kepada sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.


DOA

kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

13 November 1943

SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...

Posted 5:58 AM by camar
SENJA DI PELABUHAN KECIL
buat: Sri Ajati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

1946

CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

1946


MALAM DI PEGUNUNGAN

Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,
Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!

1947

YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS

kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin

aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku

1949

DERAI DERAI CEMARA

cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949
Read On 0 komentar

Cintaku Pada-Mu, Padanya

Jumat, Mei 22, 2009
syaqielha
Pekalongan, 15 Mei 2009
Ya Allahu Rabbii..
jika Engkau hendak labuhkan hati ini
jangan Engkau sertakan badai dalam labuhan kapalku
rajutlah robeknya layar kembangku
agar tak palingkan senyum-Mu dari ku

Yaa Rabbul Alamiin..
ku hambuskan goresan harapan dalam titik sujudku
ku lukiskan impian dalam buai malamku
smoga mampu tuk raba sosok mu sang Habiballaah
karna hanya dialah dambaan hati hamba

Ya Rahmaan..
betapa mulia basuhan sepertiga malam-Mu
betapa suci aliran rizki-Mu
dan sungguh menawan butiran makna tasbih-Mu
hingga ku mohon dalam linangan isak doaku,
tunjukkanlah sosok ikhwanul muslimin hidupku
lekatkanlah hatiku pada ia yang Kau kasihi
pada ia yang Kau ridhoi
pada ia yang sempurnakan AdDin Islami
karna sesungguhnya hamba tak ingin
lantunan sabda-Mu tak lagi tamengi hatiku

Ya Habibii...
dimanakah engkau
sungguh cinta ini terluapkan asa
janji abdi ku akan separuh ibadah pada-Mu
kan ku jubahkan cinta ku pada-Mu untuknya
kan ku kenakan keikhlasan-Mu pada kasihku untuknya
dan kan ku dekap keridhoan-Mu pada tuturku untuknya
hingga kau berikan sandaran jembatan hati ini
tetap kan ku tiupkan doa-doa asa akan cinta
akan cintaku pada-Mu, padanya




Read On 0 komentar

Mengapa Harus Cinta

Selasa, Mei 05, 2009
oleh : Gita Lover

Dalam diam aku merenung
Dalam tawa aku bahagia
Dalam tangis aku bersedih
Dalam cinta aku tersadar

Oh Tuhan
Inikah arah hidupku
Dimana aku bisa merasakan cinta
Hidup ini pada dasarnya adalah aliran cinta
Laut mengayun ombak karena cinta
Bunga bermekaran karena cinta
Semua makhluk tampa disadari telah bercinta

Dan ketika aku harus menangis karena cinta
Cintaku pada orangtuaku, kepada guru, sahabat,
Dan semua orang yang aku sayangi
Harus aku sadari bahwa cinta dapat merubah sesuatu

Wahai Tuhan Penguasa Alam
Tegurlah aku
Ingatkan aku dalam khilafku
Bantulah aku keluar dari kemahatololan ini
Muliakanlah aku

Dan ketika aku takut kehilangan cinta
Kehilangan cinta yang hakiki
Yakinlah bahwa sesuatu di duniaini
Tidak ada yang abadi
Bunga edelwisepun tidak percaya diri bahwa
Ia akan kekal selamanya


Read On 0 komentar

Kembalilah untuk Menjadi Temanku

Selasa, Mei 05, 2009
oleh : Alfalfa

Yang menemaniku untuk pulang larut
Dan membanting semua jendela kelas,
Menendang semua meja, menghantam tembok keras..
Untuk meluapkan semua emosi yang kita punya
Tanpa adanya curahan, kau sudah mengerti
Seluruh kesakitan hatiku...

Kembalilah untuk menyanyi disaat hujan
Menari sambil menerpa angin
Dan mendengarkan suara air
Di sungai harapan kita
Seraya menerbangkan kertas-kertas permohonan

Kembalilah untuk mendongeng sebuah cerita
Dan berharap itu akan jadi nyata..
Kita berjalan melalui rumput ilalang kering
Mengharap sebuah jembatan rel kereta
Di atas sungai besar...tanpa siapa pun
Lalu kita mulai teriak sekencang-kencangnya
Untuk memanggil pangeran impian
Yang akan datang dari langit
Dan berjalan disamping kita layaknya malaikat...

Kembalilah untuk menggandeng tanganku
Dan maafkanlah semua perkataanku
Yang aku tahu, itu sangat membuatmu kecewa
Maafkan aku, telah melarangmu bersamaku lagi
Kini, aku baru menyadari.. kalau aku sangat
Merindukanmu...

Read On 1 komentar

Berlangganan Tulisan Via Email

Masukkan Emailmu Untuk Berlangganan Tulisan Terbaru :

Informasi

Bagi teman - teman yang mau jadi penulis, kontributor atau agregator blog ini. Silakan hubungi administrator di email mekar_rc@yahoo.co.id
Semua tulisan yang diterima oleh administrator akan di-review terlebih dahulu sebelum di-publish di Blog Mekar Redaksi Club ini.

Arsip Mekar


Rubrik

Pembaca Setia

Link Exchange


Tulisan Terbaru

Blogroll dan Banner


Pengunjung yang Online

SEO Stats



Komentar Terbaru

Ungu Box But Grey Online